Rahmad Azazi Rhomantoro, Menggapai Prestasi di Kawasan Marjinal Berbasic Seni

 


Rahmad Azazi Rohmantoro, Beliau merupakan seorang pemuda berbakat yang berasal dari Samarinda Kalimantan Timur. Di usianya yang ke-29 baru-baru ini, Kak Azazi begitu ia biasa dipanggil berhasil memperoleh gelar doktor dalam bidang public relation dari Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang.

Laki-laki yang juga menjabat sebagai dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda (UINSI) inipun aktif berperan dalam Tirtonegoro Foundation. Yakni sebuah yayasan yang berfokus pada pendidikan, sosial, dan budaya bagi anak-anak.

Sejak beberapa tahun belakangan, yaitu tahun 2018, Azazi sudah mengukir banyak prestasi.  Beberapa prestasi tersebut diantaranya adalah:

-        Duta Pemuda Indonesia di Bangka Belitung tahun 2018

-        Instruktur Bimtek Literasi Nasional tahun 2019

-        Pemuda Pelopor Indonesia bidang agama sosial da budaya tahun 2020

-        Pemuda Berprestasi Tingkat Provinsi Kaltim 2021 – 2023

-        Pemuda Inovatif Kota Samarinda,

-        Pemuda Inspiratif dan

-        Tokoh pemuda berprestasi di bidang kesenian dan kebudayaan dari Pemprov Kaltim dan DPRD Kaltim tahun 2023.

Selain berbagai prestasi yang disebut di atas, Azazi  juga pernah menjuarai beberapa event yang berkaitan dengan musik tradisional.  Menurutnya , ia sudah menyukai dan mencintai seni sejak dulu tanpa mematikan rasa dan makna. Dengan begitu ia merasa lebih enjoy dan nikmat ketika berkesenian. Bahkan hal tersebut semakin tumbuh mekar ketika ibunya meninggal saat dia masih berusia 13 tahun.

Azazi juga sempat mengungkapkan bahwa ketika dirinya harus merasa kesepian karena berpulangnya sang ibu, ia sempat merasa hancur. Meskipun sedang hancur ia tetap mengubah  mindsetnya. Dengan pikiran bahwa para pemuda sepertinya harus lebih aktif, integratif, serta kolaboratif guna menciptakan suasana hangat khususnya di kota Samarinda.

Membangun Sanggar Seni Perintis atau Sasentis



Ketika menjadi siswa di MAN 2 Samarinda tepatnya pada tahun 2009, Azazi yang lahir di Kampung Baru Ujung, Balikpapan, 26 Februari 1994 mulai menggeluti dunia seni. Berbagai kegiatan ia ikuti, baik itu kesenian, kebudayaan juga pertunjukan. Bukan itu saja, ia pun aktif dan terlibat dalam kegiatan organisasi.

Setelah menyelesaikan sekolahnya, ia berkeinginan untuk kuliah di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Namun apa daya, izin dari sang ayah tidak ia dapatkan. Ayahnya malah meminta Azazi untuk fokus ke dunia pendidikan.

Tak ingin mengecewakan ayahnya dan tetap ingin meraih mimpinya, Azazi pun akhirnya mengikuti private musik. Ia juga mengambil kelas orkestra, dan masuk dalam beberapa sanggar seni. Hingga akhirnya tercetuslah ide untuk mendirikan sanggar pada tahun 2014.

Sanggar Seni Perintis atau Sasentis, begitulah sebutan untuk bengkel seni yang ia bangun. Ada banyak kegiatan yang ada di sanggar ini. Mulai dari tari, teater bahkan musik tradisional dan modern. Bahkan sanggar tari yang dibinanya beberapa kali mengikuti event internasional seperti South Borneo Art Festival dan Lanjong Art Festival.

Mengagas Yayasan Tirtonegoro Foundation

Tiga tahun berselang tepatnya pada tahun 2017, Azazi kemudian menggagas berdirinya Tirtonegoro Foundation. Yayasan yang bersifat lebih universal ini bergerak dalam bidang pendidikan, seni, budaya, hingga UMKM. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh satu orang kepala bidang.

Selama berada di yayasan inilah, Azazi menjadi sangat produktif. Ia beberapa kali menghasilkan karya. Bukan hanya itu, ia juga terlibat dalam 28 kali pertunjukkan. Entah itu sebagai sutradara, asisten sutradara, bahkan juga sebagai aktor.

Beberapa karya Azizi bahkan lolos dalam kurasi sebagai arranger di festival seni internasional South Borneo Art Festival. Festival ini berlangsung di Bukit Kiram dan Lanjong Art Festival. Karya seni yang mengagumkan ini berjudul Butir-Butir Emas, Taman Budaya Solo dan Kartini Berdarah.

Azazi juga mengungkapkan, dari semua naskah yang dia tulis, ada satu naskah yang katanya sungguh menarik. Yakni Operasi Hasma dan Tanah Pesakitan. Dua buku ini merupakan buku best seller tahn 2022.

Menjadi seorang penulis seolah tak cukup untuk dilakukan. Azazi juga menjadi seorang musikus. Ia menguasai beberapa alat musik baik tradisional maupun modern. Pria yang berdarah Purworejo, Jawa Tengah ini siapa sangka mampu memainkan berbagai alat musik, seperti gambus, sape, tambur, jimbe, karinding, drum, keyboard, gitas, bas biola, sexophone juga suling.

Seni adalah Kebanggaan dalam Hidup yang Biasa Saja



Sebagai seorang penulis yang aktif, Azazi telah menyusun sebanyak 25 buku ilmiah dan kumpulan sajak. Dari beberapa pustaka yang telah ia tulis ada yang berjudul Sajak Cinta Sang Durjana, Fajar bagi Si Rhoman, Lukito, Tirtonegoro. Termasuk juga Manajemen Kehumasan dan Manajemen Perpustakaan.

Siapa di dunia ini yang tak menyukai seni. Kata Azazi hampir tidak ada orang yang tak menyukai seni. Apalagi saat berkecimpung dalam dunia tersebut, akan muncul rasa bangga saat menciptakan karya daripada hidup flat atau biasa aja.

Pemimpin dari komunitas Muda Mengajar Malang dan Sasentis ini memilih berkarya untuk membahas suatu fenomena khususnya yang ada di Kalimantan Timur. Melalui karya tersebut, sebuah fenomena bisa didramatisasi ke dalam sebuah pertunjukan. Dari pertunjukkan tersebut, orang akan belajar memahami sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda.

Seperti yang lainnya, Azazi juga memiliki tokoh yang menjadi sumber inspirasinya. Ia menjadikan mendiang Norbertus Riantiarno atau Nano Riantiarno sebagai sumber inspirasinya dalam seni teater. Kemudian, ia juga memilih Afrizal Malna untuk sumber inspirasi literasi. Sedangkan dalam hal puisi, ia menyukai Peri Sandi dan Sapardi Koko Dasmono.

Melihat zaman yang serba digital saat ini, Azazi berpendapat, seni budaya kini dianggap sebagai sesuatu yang sudah kuno. Masyarakat kini sudah tak seantusias dulu lagi. Biarpun begitu, Azazi akan tetap berjalan terus. Ia tak akan berhenti di tengah jalan dan tetap menghasilkan karya untuk semua orang.

I-REACH, Model Program PR yang efektif dan Efisien Berguna Bagi Lembaga Pendidikan

Ketika melakukan riset doktoralnya, Azazi meneliti UINSI dan UMKT. Ini merupakan dua universitas Islam di Kaltim yang menjadi basis provinsi guna menyongsong IKN. Ia pun lebih menyorot pada manajemen publik relation dalam meningkatkan citra perguruan tinggi. Berdasarkan riset tersebut, Azazi menemukan satu model yang dinamakannya dengan I-REACH. 

I-REACH merupakan kependekan dari Islamic Reputation Enhancement through Advanced Communication and Public Relations. Model tersebut tercipta untuk perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Tujuannya supaya PR memiliki segmentasi dan program yang berbasis cyber.

Azazi mengharapkan dengan I-REACH dapat dikenal dan dipakai oleh lembaga pendidikan supaya lebih efektif dan efisien. Terutama dalam menciptakan pola komunikasi, sosialisasi, brand image, promosi, brand awaraness, image building dan sebagainya. Sehingga nantinya lembaga pendidikan lebih bisa kotras terhadap masyarakat.

Selain itu, model I-REACH juga mempertimbangkan liputan media internal dan eksternal. Juga meningkatkan interaksi dengan berbagai media sosial. Bukan hanya untuk mengevaluasi program PR dengan kuantitatif, model ini juga melibatkan aspek agama, sosial dan budaya. Tujuannya untuk memastikan bahwa program PR tidak melanggar norma-norma agama, sosial dan budaya setempat.

Inilah sosok pemuda teladan yang tinggal di Jalan Gerilya Solong, Samarinda. Visi dan misinya yang menatap ke depan semoga bisa menjadi contoh yang baik bagi para generasi muda sekarang dan yang akan datang.

You Might Also Like

Tidak ada komentar

Hai, silahkan tinggalkan komen, pesan dan kesannya. Tapi maaf untuk menghindari spam dimoderasi dulu sebelum dipublikasi ya.