Journaling In My Life

 


 

Journaling In My Life


Dalam hidup memang tidak selalu manis. Tapi setidaknya ketika kita memiliki jurnal, Langkah kita akan sedikit tertata. Membuat jurnal itu menyenangkan lho. Kita dapat menulis apapun kejadian dalam hidup kita tanpa perlu merasa ragu-ragu dengan eyd, typo dll karena journal kita ya hanya kita yang membacanya bukan?


Tapi yang perlu dicatat disini aku tidak mengajarkan menulis asal-asalan ya. Melainkan menulislah jurnal dengan riang gembira tanpa tekanan sehingga apapun bisa menjadi cerita.


Tuliskan Perasaanmu saat itu juga


Sedang marah? Marah yang teramat sangat. Daripada ditulis di sosmed dan semua orang di seluruh dunia membacanya lebih baik kamu menuliskannya dalam jurnal.


Karena bisa jadi kamu marah, merasa paling benar namun kenyataan tidaklah demikian. bisa jadi di sudut pandang orang lain kamu yang salah besar. Jadi dengan koar-koar di sosmed bukan solusi tepat melainkan malah makin memperkeruh keadaan.


Tuliskan segalanya. Awal mula, sebelnya kamu, marahnya kamu, apa pembelaanmu dan bagaimana solusi terbaik menurutmu. Setelah ditulis pasti sesaat akan merasa lega, meski masalah tidak juga berhenti sampai disitu. Tapi setidaknya dengan menulis jurnal. Kamu akan mentransfer amarahmu hanya di lembar jurnalmu.


Setelah menuliskan segala amarahmu, tutup buku, kemudian cobalah menenangkan diri, hindari sumber masalah lalu bersenang-senanglah. Karena hidup memang terkadang tidak bisa sejalan dengan yang kita mau.


Jurnaling itu Draft Masterpiece Kita


Bisa jadi, dari hasil journaling kita itu menjadi draft yang akan menjadi calon Masterpiece dari blog, novel, cerpen kita. Tak jarang saya mengolah lagi hasil journaling saya menjadi ide untuk penulisan cerpen. Seperti cerpen” Layang-Layang Alief” yang memenangkan juara 2 lomba menulis cerpen perpustakaan Balikpapan tahun lalu adalah sebagian ceritanya dari journaling.


Pada suatu sore yang sudah berkumandang Adzan sholat Magrib saya melihat duo sahabat kecil yang masih asyik bermain layangan di depan tanah lapang rumah saya. Waktu suami saya menasehati menyuruhnya pulang malah dibalik dengan kata-kata “Nggak papa Om belum Isya” hihihi asli saya gereget campur geli. Gereget disisi ortu kalau punya anak sampai magrib belum pulang karena asyik main layangan. Dan geli disisi anak tersebut. Apapun itu persahabatan duo anak tersebut lumayan solid lho.


Dan pada waktu menulis journaling tersebut saya tetiba sadar kalau apa yang menurut kacamata saya benar belum tentu di kacamata orang lain salah. Disitulah  pentingnya menulis journaling karena mampu membuat saya  melihat masalah dari beberapa sisi.

You Might Also Like

1 komentar

  1. Setuju mba. Akupun lebih suka menuliskan segala uneg2 dalam tulisan yg aku private. Dulu nulisnya di jurnal juga, tapi skr lebih milih di blog, hanya saja yg khusus uneg2 aku setting hanya aku yg bisa baca. Rasanya legaaa kalo udah bisa numpahin yg dirasa dalam tulisan.

    Aku ga masalahin kalo ada temen yg suka menuliskan curhatannya di medsos, Krn mungkin bagi mereka itu cara terbaik utk release tension nya. Cuma kalo aku, ga cocok pakai cara itu, LBH suka di tempat yg private aja 😄

    BalasHapus

Hai, silahkan tinggalkan komen, pesan dan kesannya. Tapi maaf untuk menghindari spam dimoderasi dulu sebelum dipublikasi ya.